PRAKTIKUM III
Topik : Platyhelminthes
Tujuan : 1. Mengetahui ciri morfologi dari phyllum
platyhelminthes
2. Mengamati
bagian-bagian tubuh/ciri morfologi planaria
sp dan Fasciola hepatica.
Hari / tanggal : Kamis / 13 Maret 2014
Tempat :
Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin
I.
ALAT DAN BAHAN
A. Alat :
1. Alat
tulis
2. Mikroskop
3. Kaca
benda dan kaca penutup
4. Cawan
petri
5. Baki
B. Bahan :
1.
Preparat/awetan Fasciola
hepatica
2.
Planaria sp
II.
CARA KERJA
Cara mendapatkan planaria: meletakkan daging sapi segar
di aliran sungai yang teduh, jernih dan banyak bebatuannya, mendiamkannya 10
menit lalu mengangkat daging tadi dan mengambil planaria yang menempel pada daging dan menyimpan planaria yang
didapatkan dalam toples yang ditutup dengan plastik hitam agar tidak terkena
cahaya matahari secara langsung.
1. Menyiapkan
alat dan bahan.
2. Mengamati
preparat/awetan Fasciola hepatica
dibawah mikroskop
3. Mengamati
Planaria sp dan yang diletakkan di
atas cawan petri.
4. Menggambar
morfologi keduanya dan memberikan keterangan.
5. Membuat laporannya.
III.
TEORI DASAR
Platyhelminthes berasal dari kata Yunani : platy + helmintes ; platy =
pipih, helmintes = cacing. Bila dibandingkan dengan Porifera dan Coelenterata,
maka kedudukan Phylum Platyhelminthes adalah lebih tinggi setingkat. Hal itu
dapat dilhat dengan ciri-ciri yang dimiliki, sebagai berikut : tubuh bilateral
simetris (pipih), hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral,
memiliki bentukan seperti mata, mempunyai auricle, arah tubuh sudah jelas,
yaitu mempunyai arah anterior – posterior dan arah dorsal – ventral, bersifat
triploblastik, sebab dinding tubuhnya sudah tersusun atas tiga lapisan, yaitu
lapisan ektodermis, mesodermis, dan lapisan endodermis, sudah mempunyai sistem
syaraf yang bersistem tangga tali, yang
terdiri dari sepasang ganglia yang membesar di bagian anterior dan sepasang atau lebih syaraf yang
membentang dari arah anterior ke posterior, tubuhnya sudah dilengkapi dengan
gonad yang telah mempunyai saluran tetap dan juga alat kopulasi yang khusus.
Tetapi hewan ini masih tetap tergolong hewan tingkat rendah, mengingat tubuh
tidak mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya (coelom), saluran pencernaan
makanan belum sempurna, bahkan ada sementara anggota yang tidak bersaluran
pencernaan, alat kelaminnya masih belum terpisah ( hermafrodit ).
Anggota dari Phylum ini
yang telah dikenal meliputi 10.000 hingga 15.000 spesies. Dari sekian itu
berdasarkan sifat-sifat khusus hewan dewasa, maka Phylum Platyhelminthes dapat
dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : kelas
Turbelaria, kelas Trematoda dan kelas Cestoda.
1. Kelas
Turbellaria (cacing pipih berambut getar)
Permukaan tubuhnya bersilia, dan ditutupi oleh epidermis
yang bersintium, hampir semua anggota kelas ini hidupnya bebas, hanya beberapa
yang hidup secara ektokomensalis atau secara parasit, tubuhnya dibagi atas segmen-segmen. Sebagian
dari padanya dilengkapi dengan bulu-bulu getar, disamping itu juga dilengkapi
dengan sel-sel yang dilengkapi dengan zat mukosa (lendir) Riwayat hidup cacing
ini sangat sederhana. Contoh : Planaria, Bipalium.
2. Kelas
Trematoda (cacing hisap)
Mempunyai 2 alat hisap, yaitu alat
penghisap oral dan ventral. Hampir semua Trematoda bersifat parasit terhadap
hewan vertebrata baik secara ekto maupun secara endoparasit. Tubuhnya tidak
dilengkapi oleh epidermis maupun silia (kecuali fase larvanya). Tubuhnya
seperti daun, dan dilengkapi dengan alat penghisap. Bagian luar tubuh dilapisi
kutikula. Contoh : Fasciola hepatica, Schistosoma
japonicum.
3. Kelas
Cestoda (cacing pita)
Seluruh anggota kelas ini bersifat endoparasit. Tubuh
tidak dilengkapi dengan epidermis maupun silia. Tubuh seperti pita dan pada
umumnya terbagi atas segmen-segmen. Setiap segmennya dilengkapi dengan satu
perangkat alat reproduksi yang hermafrodit. Tubuhnya terdiri atas kepala (skolek), leher dan proglotid
yang ukurannya makin besar dan makin dewasa ke arah belakang. Makanan diperoleh
dengan menyerap zat makanan dari inangnya melalui seluruh tubuh. Contoh : Taenia
solium, Taenia saginata.
IV.
HASIL
PENGAMATAN
1.
Fasciola hepatica
Keterangan:
1. Ventrosa oral
2. Ventrosa ventral
3. Intestine remificado
4. Faringe
musculosa
5. Poro genital
Bagain belakang Bagian depan
|
Keterangan:
1. Ventrosa oral
2. Ventrosa ventral
3. Intestine remificado
4. Faringe
musculosa
5. Poro genital
|
Keterangan:
1.
Ventrosa oral
2.
Ventrosa ventral
3.
Intestine remificado
4.
Faringe musculosa
5.
Poro genital
(Sumber :Anonim b. 2014)
|
(Sumber: Anonim b. 2014)
2.
Planaria sp
Keterangan:
1.
Mulut
2.
Anus
3.
Anterior
4.
Posterior
5.
Mata
6.
Tubuh
|
Keterangan:
1. Mulut
2. Otak
3. Anterior
4. Posterior
5. Mata
6.
Tubuh
|
Keterangan:
1. Mulut
2. Otak
3.
Anterior
4. Posterior
5.
Mata
6. Tubuh
(Sumber
: Anonim c. 2013)
|
(Sumber
: Anonim d. 2013)
V.
ANALISIS
DATA
1.
Cacing
hati (Fasciola hepatica)
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia
Sub kingdom :
Invertebrata
Phylum : Platyhelminthes
Classis :
Trematoda
Order :
Digenia
Familia :
Digeniadae
Genus :
Fasciola
Species : Fasciola hepatica
(Hegner & Engemen : 1968)
Fasciola
hepatica termasuk jenis kelas Trematoda, ciri-ciri dari
cacing hati ini mempunyai dua alat isap, satu didepan dan satu lagi dibagian
belakang tubuhnya. Mulutnya terletak di tengah-tengah alat isap depan. Hewan
ini hidup parasit dalam kantung empedu pada biri-biri, sapi, babi, dan hewan
pemakan rumput lainnya, dan kadang ditemukan juga pada manusia. Cacing hati
mempunyai ukuran panjang 2,5 – 3 cm dan lebar 1 - 1,5 cm
Kedua alat hisap itu berfungsi
sebagai alat penempel pada hospes. Antara mulut dan alat hisap ventral terdapat
lubang genital sebagai jalan untuk mengeluarkan telur. Lubang ekskresi terletak
agak dekat dengan akhir posterior. Kecuali itu terdapat lubang lain sebagai
akhir dari saluran laurer.
Tubuh Fasciola hepatica
adalah triploblastik. Ektoderm tipis yang dilapisi oleh kutikula yang berfungsi
melindungi jaringan di bawahnya dari cairan hospes. Ektoderm mengandung sisik
kitin dan sel-sel tunggal kelenjar.
Endoderm melapisi saluran pencernaan. Mesoderm merupakan jaringan yang
membentuk otot, alat ekskresi, dan saluran reproduksi. Disamping itu terdapat
jaringan parenkim yang mengisi rongga antara dinding tubuh dengan saluran
pencernaan.
Siklus Hidup cacing Fasciola hepatica (http:www.e-dukasi.net.com)
a. Cacing
dewasa bertelur di dalam saluran empedu dan kantong empedu sapi atau domba.
Kemudian telur keluar ke alam bebas bersama feses domba. Bila mencapai tempat basah,
telur ini akan menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium.
Mirasidium akan mati bila tidak masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea
auricularis-rubigranosa).
b. Di
dalam tubuh siput ini, mirasidium tumbuh menjadi sporokista (menetap dalam
tubuh siput selama + 2 minggu).
c. Sporokista
akan menjadi larva berikutnya yang disebut Redia. Hal ini berlangsung secara partenogenesis.
d. Redia
akan menuju jaringan tubuh siput dan berkembang menjadi larva berikutnya yang
disebut serkaria yang mempunyai ekor. Dengan ekornya serkaria dapat menembus
jaringan tubuh siput dan keluar berenang dalam air.
e. Di
luar tubuh siput, larva dapat menempel pada rumput untuk beberapa lama.
Serkaria melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria. Metaserkaria membungkus
diri berupa kista yang dapat bertahan lama menempel pada rumput atau tumbuhan
air sekitarnya. Perhatikan tahap perkembangan larva Fasciola hepatica.
f. Apabila
rumput tersebut termakan oleh domba, maka kista dapat menembus dinding ususnya,
kemudian masuk ke dalam hati, saluran empedu dan dewasa di sana untuk beberapa
bulan. Cacing dewasa bertelur kembali dan siklus ini terulang lagi.
Gambar daur hidup Fasciola hepatica
Dalam
daur hidup cacing hati ini mempunyai dua macam tuan rumah yaitu:
1) Inang
perantara yaitu siput air
2) Inang
menetap,yaitu hewan bertulang belakang pemakan rumput seperti sapi dan domba..
2.
Planaria
sp
Klasifikasi :
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Platyhelminthes
Class :
Turbellaria
Ordo :
Tricladida
Sub ordo :
Paludicola
Family :
Tricladidae
Genus :
Planaria
Species : Planaria sp.
Sumber :
(Verma. 2002)
Planaria sp dapat ditemukan di sungai, mata air, kolam dan danau di bawah
batu-batuan atau di tempat-tempat yang agak dingin. Biasanya
cacing ini menempel di batuan atau di daun yang tergenang air. Bila kita ingin
mengambil cacing ini cukup kita beri umpan sepotong daging ke perairan yang
kita duga terdapat cacing itu. Bila ditempat itu memang ada cacing Planaria sp maka cacing tersebut akan
menempel pada umpan.
Bentuk
tubuh Planaria ini adalah pipih dorsoventral, dengan bagian kepala yang
berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya berbentuk meruncing.
Panjang tubuh planaria sekitar 5-25 mm, tetapi bagi Planaria yang hidup di
darat dapat mencapai 60 cm. Bagian tubuh sebelah dorsal warnanya lebih gelap
daripada tubuh sebelah ventral.
Di
tengah-tengah bagian dorsal kepalanya ditemukan sepasang bintik mata yang
sensitif terhadap rangsangan sinar. Oleh karena itu, Planaria dapat membedakan
gelap dan terang, namun demikian Planaria tidak dapat melihat.
Kira-kira
di dekat pertengahan tubuh bagian ventral agak ke arah ekor ditemukan lubang
mulut. Lubang mulut ini berhubungan dengan kerongkongan atau pharynx yang
dindingnya dilengkapi dengan otot daging sirkular maupun longitudinal.
Kerongkongan ini dapat ditarik dan dijulurkan. Dalam posisi menjulur,
kerongkongan tersebut bentuknya mirip dengan belalai, dan biasa disebut
proboscis.
Di
bagian kepala yaitu di bagian samping kanan dan kiri terdapat tonjolan yang
menyerupai telinga yang biasa disebut aurikel. Tepat di bawah bagian kepala
terdapat bagian tubuh menyempit yang menghubungkan bagian badan dan bagian
kepala, disebut bagian leher.
Cacing ini bergerak dengan cara
mengangkat bagian posterior tubuhnya. Tepat dibawah bagian kepala, yaitu bagian
samping kanan dan kiri terdapat tonjolan yang menyerupai telinga. Dan tepat
dibawah kepala terdapat bagian menyempit yang menghubungkan bagian badan dan
bagian kepala yang disebut leher. Di sepanjang pinggiran tubuh bagian ventral
ditemukan zona adesif. Zona adesif tersebut menghasilkan zat yang liat yang
berfungsi untuk melekatkan diri dipermukaan benda yang ditempelinya. Di
permukaan ventral pada tubuh terdapat rambut-rambut getar halus yang berfungsi
dalam pergerakan. Gerakannya lurus
sepanjang lendir yang diekskresikannya.
Makanan cacing ini terdiri dari
hewan-hewan kecil lainnya yang masih hidup maupun yang telah mati. Cara makan
atau menangkap mangsa pada Planaria, mula-mula Planaria sp bergerak meluncur selama mengejar mangsanya kemudian
ujung anteriornya dibelokkan apabila tersentuh oleh mangsa kemudian Planaria sp akan melingkarinya. Dengan lendir excert glandulae mucosae yang
terdapat di sepanjang sisi badan dan kapsula, maka mangsa dapat lingkari dengan
erat menangkap mangsa. Setelah itu mangsa yang sudah dilingkari tadi dimasukkan
ke dalam mulutnya. Kemudian Planaria sp
diam dengan separo badan mangsa pada bagian anterior dan separo badannya
diliputi bagian posteriornya. Untuk selanjutnya faring akan ditonjolkan keluar
untuk mengambil mangsa dan dengan segera mangsa ditarik masuk ke dalam mulut
bersama faring.
Sistem pencernaannya
terdiri atas mulut, proboscis, faring dan usus yang bercabang. Mulut terletak
pada permukaan ventral tepatnya di bagian belakang tengah tubuhnya. Proboscis
yaitu tenggorokan yang dapat ditonjolkan ke luar yang terletak kira-kira di
tengah-tengah mulut. Faring terletak tepat di belakang. Makanan masuk melalui
mulut, dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui cabang-cabang usus. Cabang usus
tersebut ada 3, satu menuju anterior dan dua menuju posterior. Makanan yang
tidak dicerna akan dikeluarkan kembali melalui mulutnya karena Planaria sp tidak mempunyai anus.
Planaria
sudah memiliki alat indera yang berupa bintik mata dan indera aurikel, yang
keduanya terletak di bagian kepala. Planaria bersifat hermafrodit, maka di
dalam tubuh terdapat alat kelamin jantan maupun alat kelamin betina
Planaria
akan menghindarkan diri apabila terkena sinar yang kuat. Oleh karena itu pada
siang hari cacing itu melindungkan diri di bawah naungan batu-batu atau daun
atau di bawah obyek-obyek yang lain. Di bawah sinar difus, cacing itu aktif
bergerak, berenang-renang ataupun merayap. Biasanya mereka berkelompok antara 6
– 20 ekor. Pada waktu istirahat biasanya mereka melekatkan atau menempelkan
diri pada suatu obyek dengan bantuan zat lendir yang dihasilkan oleh
kelenjar-kelenjar lendir yang terdapat pada zona adesif dari pada tubuh.
Planaria melakukan dua macam gerakan, yaitu gerak merayap dan gerak meluncur.
Planaria mempunyai arah tubuh tubuh yang jelas, yaitu arah : anterior –
posterior dan dorsal – ventral.
Gambar proses fragmentasi pada planaria sp
Pembelahan
diri (fragmentasi planaria) dapat terjadi dengan berbagai cara seperti gambar
di atas.
VI.
KESIMPULAN
1. Fasciola hepatica merupakan salah satu contoh anggota phylum platyhelminthes yang termasuk dalam kelas
trematoda .
2. Fasciola hepatica biasanya hidup sebagai parasit pada hewan-hewan
ternak dan larvanya biasanya hidup di dalam tubuh siput.
3.
Bentuk
dari tubuh Fasciola hepatica berbentuk
pipih yang pada bagian anteriornya meruncing terdapat alat penghisap.
4.
Daur hidup Fasciola hepatica dari telur →
larva (mirasidium) → sporokista → redia → serkaria → metaserkaria → cacing
dewasa (pada hati hewan ternak).
5.
Tubuh Planaria berbentuk pipih dorsoventral,
dengan bagian kepala yang berbentuk segitiga, sedangkan bagian ekornya
berbentuk meruncing.
6.
Planaria sudah mempunyai alat indera berupa bintik
mata, dan indera aurikel yang kedua-duanya terletak di bagian kepala.
7.
Planaria sp bergerak menggunakan silia
yang terdapat pada epidermis tubuhnya dan gerakannya lurus sepanjang lendir
yang diekskresikannya. Cara makan Planaria
sp. adalah dengan memasukkan mangsanya ke dalam mulut dan dikeluarkan
melalui mulut lagi, karena saluran pencernaannya hanya terdiri dari mulut,
faring, dan usus, tidak mempunyai anus.
VII.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim
b. 2014. http://Www.wwa-fs.bayern.com
Diakses tanggal 16 Maret 2014
Anonim
c. 2014. http://phobos.ramapo.edu/~spetro/Slides/
planaria_wholemount.jpg Diakses tanggal 16 Maret 2014
Anonim
d. 2014. http://phobos.ramapo.edu/~spetro/Slides/
planaria_siklus.jpg Diakses tanggal 16 Maret 2014
Bunda Halang, Mahrudin, dan Mualana Khalid Riefani. 2014. Penuntun
Praktikum Zoologi Invertebrata. Banjarmasin: FKIP UNLAM Banjarmasin
Hegner, Robert W. & Engemann, Joseph G. 1968. Invertebrate Zoology. The Macmillan
Company. New York.
Jasin, Maskoeri. 1984. Sistematika Hewan Invertebrata dan vertebrata. Sinar
Wijaya. Surabaya.
Verma,P.S. 2002. A
Manual Of Practical Zoology Invertebrates. S. Chand & Company LTD : New
Delhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar