Jumat, 11 April 2014

Timpakul mulai menghilang di Kalsel

Ikan Timpakul Menghilang dari Kalsel Sejenis ikan yang sering disebut penduduk Kota Banjarmasin sebagai “Timpakul” kini makin sulit dijumpai menyusul kerusakan alam dan lingkungan yang kian parah di Kalimantan Selatan.

Beberapa penduduk di bilangan Sungai Lulut, di sela-sela acara panen raya padi lokal yang dihadiri Walikota Banjarmasin, Haji Yudhi Wahyuni, Kamis (6/9), menyatakan heran terhadap menghilangnya binatang tersebut.

Padahal menurut mereka, timpakul begitu banyak berlompatan di lumpur atau tepian sungai, pada era 60 hingga 70-an. Namun kini hewan-hewan itu sulit ditemui lagi di kawasan desa mereka.

Biasanya timpakul dicari warga untuk dijadikan umpan pancing ikan gabus, atau ikan baung. Menangkap timpakul pun mudah, cukup turun sebentar ke tepian sungai maka puluhan timpakul segera tertangkap.

Tetapi belakangan untuk mencari seekor timpakul saja sangat sulit, kalaupun ada itu pun agak jauh ke hulu sungai yang tidak ada permukiman penduduk.

Timpakul adalah sebutan untuk ikan tembakul atau belacak dalam bahasa Melayu, alias belodog atau blodog dalam bahasa Indonesia atau mudskipper dalam bahasa Inggris. Mereka adalah sejenis ikan yang dapat hidup di daratan, terutama di daerah berlumpur atau berair dangkal. Timpakul termasuk dalam family Gobiidae, subfamily Oxudercinae, Ordo Perciformes (perch-likes) dan Kelas Actinopterygii (ray-finned fishes). Saat ini telah teridentifikasi sebanyak 35 spesies.

Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota (Bapeldalko) Banjarmasin, Rusmin, ketika dikonfirmasikan memperkirakan hilangnya binatang itu menyusul kerusakan alam lingkungan kota Banjarmasin yang belakangan sudah banyak tercemar limbah rumah tangga dan industri.

“Bisa dilihat adakah lagi sungai dan anak-anak sungai di kota ini yang kian hari kian baik, tetapi selalu saja kian rusak akibat pendangkalan, akibat gulma, dan tercemar limbah rumah tangga dan industri,” kata Rusmin.

Akibatnya, lingkungan sudah tidak nyaman lagi bagi kehidupan timpakul sehingga populasinya terus turun dan menghilang. Apalagi di Kota Banjarmasin terdapat beberapa industri yang berpotensi mencemari lingkungan seperti pabrik kayu lapis, pabrik karet, industri rotan, hotel dan restoran, rumah sakit, serta pasar serta permukiman. (ANT/WSN)

Sumber: Kompas
8 januari 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar